Apa itu halloween dan dari mana berasal

Halloween atau Hallowe’en (kependekan berasal dari All Hallows’ Evening, yang artinya Malam Hari Semua Orang Kudus),yang terhitung disebut sebagai Allhalloween, All Hallows’ Eve, atau All Saints’ Eve.Halloween adalah suatu perayaan yang bisa dijumpai di sejumlah negara terhadap tanggal 31 Oktober, yakni malam Hari Raya Semua Orang Kudus (All Hallows’ Day) di Kekristenan Barat. Perayaan selanjutnya memulai peringatan trihari Masa Para Kudus (Allhallowtide), suatu periode di dalam tahun liturgi yang didedikasikan untuk mengenang orang yang udah meninggal dunia, terhitung para kudus atau santo/santa (saints, hallows), martir, dan semua arwah umat beriman.

Terdapat keyakinan luas bahwa banyak rutinitas Halloween bermula berasal dari festival-festival panen Kelt kuno yang barangkali mempunyai akar-akar pagan, lebih-lebih festival Samhain etnis Gael, dan festival selanjutnya dikristenkan sebagai Halloween.Sejumlah pihak lain yakin bahwa Halloween bermula secara independen sebagai suatu perayaan Kristen semata, terpisah berasal dari festival kuno layaknya Samhain.

Kegiatan waktu Halloween meliputi Trick or treat (atau hal mengenai penyamaran dengan kostum seram), menghadiri pesta kostum Halloween, mendekorasi, mengukir waluh jadi Jack-o’-lantern, menyalakan api unggun besar, permainan ramalan atau penenungan, apple bobbing, bermain lelucon praktis, mendatangi atraksi berhantu, menceritakan dongeng menakutkan, dan saksikan film horor. Di banyak belahan dunia, perayaan keagamaan Kristen waktu Malam Para Kudus, kalau menghadiri ibadah gereja dan menyalakan lilin terhadap makam, masih tetap populer, walaupun di area lain berjalan perayaan yang lebih sekuler dan komersial.Beberapa umat Kristen secara historis berpantang daging terhadap Malam Para Kudus, suatu rutinitas yang tercermin dengan makan makanan tertentu terhadap hari vigili ini, kalau apel, panekuk kentang, dan kue jiwa.

Etimologi

Penggunaan kata Halloween atau Hallowe’en berawal terhadap kurang lebih tahun 1785dan berasal berasal dari Kekristenan.Kata “Hallowe’en” artinya “malam yang dikuduskan” atau “malam suci”,dan berasal berasal dari suatu istilah Skotlandia untuk All Hallows’ Eve (Malam Para Kudus, yakni malam sebelum saat Hari Raya Semua Orang Kudus).Dalam bahasa Skot, kata “eve” adalah even, dan dipendekkan jadi e’en atau een. Seiring berjalannya waktu, (All) Hallow(s) E(v)en berevolusi jadi Hallowe’en. Frasa “All Hallows” ditemukan di dalam bahasa Inggris Kuno, namun frasa “All Hallows’ Eve” tidak terlihat hingga tahun 1556.

Sejarah

Pengaruh Wales dan Gaelik

Sebuah topeng Halloween Irlandia berasal dari awal abad ke-20 yang dipamerkan di Museum of Country Life.

Adat dan rutinitas Halloween era kini diperkirakan udah terbujuk keyakinan dan tradisi istiadat masyarakat di negara-negara berbahasa Kelt, yang mana lebih dari satu di antaranya diyakini mempunyai dasar pagan.Jack Santino, seorang folkloris, menuliskan bahwa “di semua Irlandia berjalan suatu kesepakatan yang meresahkan pada tradisi istiadat dan keyakinan yang berhubungan dengan Kekristenan dengan semua hal mengenai agama-agama Irlandia sebelum saat masuknya Kekristenan”.Sejarawan Nicholas Rogers, waktu menelusuri asal mula perayaan Halloween, mencatat bahwa walaupun “beberapa folkloris udah mendeteksi asal awalnya di dalam perayaan Romawi kuno Pomona, dewi buah-buahan, atau di dalam festival orang mati disebut Parentalia, namun perayaan selanjutnya secara lebih tertentu dikaitkan dengan festival Kelt Samhain”, yang mana berasal berasal dari bahasa Irlandia Kuno untuk “akhir musim panas”. Samhain (dilafalkan sah-win atau sow-in) merupakan hari yang pertama dan paling utama berasal dari keempat hari-hari kuartal di dalam kalender Gaelik abad pertengahan dan dirayakan di Irlandia, Skotlandia, dan Pulau Man. Perayaan dilangsungkan terhadap atau kurang lebih tanggal 31 Oktober – 1 November dan suatu festival bagi kaum keluarga diadakan terhadap waktu bersamaan oleh kaum Kelt Britonik; disebut Calan Gaeaf di Wales, Kalan Gwav di Cornwall, dan Kalan Goañv di Bretagne. Bagi kaum Kelt, hari di mulai dan diakhiri waktu matahari terbenam; karenanya, berdasarkan perhitungan modern, festival di mulai terhadap petang hari menjelang tanggal 1 November. Samhain dan Calan Gaeaf disebutkan di dalam lebih dari satu literatur tertua berasal dari Irlandia dan Wales. Nama-nama selanjutnya udah digunakan oleh para sejarawan untuk merujuk terhadap tradisi istiadat Halloween Keltik hingga terhadap abad ke-19, dan hingga kini masih digunakan sebagai nama-nama Gaelik dan Wales untuk menyebut Halloween.

Snap-Apple Night, dilukis oleh Daniel Maclise tahun 1833, menggambarkan orang-orang yang berpesta dan menenung waktu Halloween di Irlandia. Bandar toto Macau

Samhain/Calan Gaeaf menandai akhir musim panen dan awal musim dingin atau ‘paruh yang lebih gelap’ berasal dari suatu tahun. Sama layaknya Belatane/Calan Mai, perayaan itu dicermati sebagai suatu waktu ambang, ketika batas pada dunia ini dan Dunia lain menipis. Hal ini artinya Aos Sí (dilafalkan ees shee), para ‘roh’ atau ‘peri’, bisa lebih mudah berkunjung ke dunia ini dan pandangan ini terlampau diyakini mereka.Kebanyakan akademisi menyaksikan Aos Sí sebagai “versi-versi terdegradasi berasal dari para dewa kuno […] yang mana pengaruhnya masih kuat di di dalam benak masyarakat sekalipun udah secara resmi digantikan dengan keyakinan agama setelahnya”. Aos Sí dihormati sekaligus ditakuti, apalagi orang-orang kerap kali memohon perlindungan Allah ketika pulang ke area tinggal mereka.[46][47] Saat perayaan Samhain, diyakini bahwa Aos Sí mesti ditenangkan untuk menegaskan bahwa masyarakat dan ternak mereka bisa bertahan di dalam musim dingin. Persembahan makanan dan minuman, atau lebih dari satu hasil panen, ditinggalkan di luar untuk Aos Sí.[48][49][50] Jiwa-jiwa orang yang udah meninggal terhitung dikatakan mendatangi kembali rumah mereka untuk menghendaki keramahtamahan.[51] Tempat-tempat udah diatur di meja makan dan dekat perapian untuk menyongsong mereka.Keyakinan bahwa jiwa-jiwa orang yang udah meninggal kembali ke rumah terhadap suatu malam di dalam setahun, dan mesti ditenteramkan, tampaknya berasal berasal dari rutinitas kuno dan ditemukan di dalam banyak budaya di semua dunia.Di Irlandia abad ke-19, “lilin-lilin bakal dinyalakan dan doa-doa secara resmi didaraskan bagi jiwa-jiwa orang yang udah meninggal. Setelah itu acara makan, minum, dan permainan bakal dimulai”.

Di semua Irlandia dan Britania, perayaan di dalam rumah tangga meliputi ritual dan permainan yang dimaksudkan untuk meramal era depan seseorang, lebih-lebih sehubungan dengan kematian dan pernikahan.[55] Kacang-kacangan dan apel kerap kali digunakan di dalam ritual penenungan ini. Ritual-ritual itu kalau apple bobbing, menatap bola kristal atau cermin, menuangkan lelehan timbal atau putih telur ke di dalam air, dan interpretasi mimpi.[56] Api unggun besar yang istimewa dinyalakan dan berjalan ritual-ritual yang melibatkannya. Abu, asap, dan nyala apinya dianggap mempunyai kuasa pembersihan dan perlindungan, dan terhitung digunakan untuk menenung.[41][42] Di lebih dari satu daerah, obor yang dinyalakan berasal dari api unggun itu dibawa mengitari rumah dan kebun Sejalan pergerakan matahari dengan harapan mendapat perlindungan.[41] Ada kesan bahwa api selanjutnya merupakan semacam sihir simpatik atau tiruan –sebagai tiruan Matahari, mendukung “kekuatan pertumbuhan” dan menghindar kerusakan dan juga kegelapan musim dingin.[52][57][58] Di Skotlandia, permainan tenung dan api unggun ini dilarang oleh para presbiter gereja di sejumlah paroki.[59] Di lantas hari api unggun ini digunakan untuk “menjauhkan diri berasal dari iblis”.[60]

Sebuah lentera tradisional berasal dari rutabaga (semacam lobak, turnip) untuk Halloween di Irlandia yang dipamerkan di Museum of Country Life, Irlandia.

Sejak setidaknya abad ke-16,[61] permainan sandiwara bisu dan penyamaran (guising) disertakan di dalam festival selanjutnya di Irlandia, Skotlandia, Pulau Man, dan Wales.[62] Dalam permainan ini orang-orang berjalan berasal dari rumah ke rumah dengan mengenakan kostum (atau menyamar), dan biasanya melantunkan syair atau nyanyian untuk beroleh makanan.[62] Itu barangkali sebab terhadap awalnya merupakan suatu rutinitas di mana orang-orang menyamar sebagai Aos Sí, atau jiwa-jiwa orang yang udah meninggal, dan menerima persembahan atas nama mereka, mirip dengan rutinitas souling. Menirukan makhluk-makhluk ini, atau mengenakan samaran, terhitung diyakini bisa merawat diri sendiri berasal dari mereka.[63] Ada pendapat bahwa para pemain sandiwara bisu dan penyamar “menjelma jadi roh-roh lama musim dingin, menuntut imbalan demi keberuntungan”.[64] Di lebih dari satu bagian Irlandia selatan, para penyamar sertakan kuda hobi. Seorang laki-laki mengenakan pakaian layaknya Láir Bhán (kuda betina putih) dan memimpin anak-anak muda berkeliling berasal dari rumah ke rumah untuk melantunkan syair —beberapa di antaranya punya kandungan nada-nada tambahan pagan— demi imbalan makanan. Jika suatu rumah tangga menyumbangkan makanan maka mereka bisa mengharapkan keberuntungan berasal dari ‘Muck Olla’ tersebut; jika tidak maka bakal mempunyai kemalangan.[65] Di Skotlandia, kaum muda pergi berasal dari rumah ke rumah dengan topeng, wajah dicat atau dihitamkan, kerap kali mengancam untuk lakukan kenakalan jika mereka tidak disambut dengan baik.[62]

F. Marian McNeill berpendapat bahwa festival kuno yang melibatkan orang-orang di dalam kostum selanjutnya mewakili roh-roh, dan wajah ditandai (atau dihitamkan) dengan abu yang disita berasal dari api unggun sakral.[61] Di lebih dari satu belahan Wales, laki-laki yang mengenakan pakaian layaknya makhluk menakutkan disebut gwrachod.[62] Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, orang-orang muda di Glamorgan dan Orkney berlintas-busana.[62] Di bagian lain Eropa, bermain sandiwara bisu dan kuda hobi merupakan bagian berasal dari festival-festival tahunan lainnya. Namun di area berbahasa Kelt “secara tertentu cocok untuk suatu malam di mana para makhluk gaib dikatakan pergi mengembara dan bisa ditiru atau dihindari oleh para situs togel terpercaya pengembara manusia”.[62] Sejak setidaknya abad ke-18, “meniru roh-roh ganas” mengarah terhadap permainan lelucon di dataran tinggi Skotlandia dan Irlandia.[62] Mengenakan kostum dan bermain lelucon waktu Halloween menyebar ke Inggris terhadap abad ke-20.[62] Bagi yang bermain samaran dan lelucon di luar rumah terhadap waktu malam, sebagai penerangan tradisional di lebih dari satu area digunakan lentera berasal dari turnip atau mangelwurzel yang dilubangi dan kerap kali diukir hingga bersifat wajah aneh.[62] Oleh mereka yang membuatnya, lentera selanjutnya dikatakan mewakili roh-roh,[62] atau digunakan untuk menangkal roh-roh jahat.[66][67] Hal ini umum di lebih dari satu dataran tinggi Skotlandia dan Irlandia terhadap abad ke-19,[62] dan juga di Somerset (lihat Malam Punkie). Kemudian terhadap abad ke-20 menyebar ke bagian lain berasal dari Inggris dan jadi dikenal secara umum sebagai jack-o’-lantern.[62]

Pengaruh Kekristenan

Adat dan rutinitas Halloween era kini terhitung dikira udah terbujuk oleh praktek dan dogma yang berasal berasal dari Kekristenan. Halloween merupakan malam sebelum saat hari suci Kristen Hari Para Kudus (All Hallows’ Day), yang terhitung disebut Hari Semua Orang Kudus (All Saints’) atau Hallowmas, tanggal 1 November dan Hari Semua Jiwa (All Souls’ Day) tanggal 2 November, supaya tanggal 31 Oktober yang merupakan hari libur di lebih dari satu negara ini secara lengkap dinamakan Malam Para Kudus (All Hallows’ Eve, yakni malam sebelum saat All Hallows’ Day).[68] Sejak zaman Gereja perdana,[69] di dalam perayaan besar Kekristenan (seperti Natal, Paskah, dan Pentakosta) dilangsungkan vigili yang di mulai terhadap malam sebelumnya, dan demikianlah terhitung dengan Hari Para Kudus.[70] Ketiga hari terhadap era selanjutnya secara kolektif disebut Masa Para Kudus (Allhallowtide) dan merupakan suatu era untuk menghormati orang-orang kudus, dan juga berdoa bagi jiwa orang yang udah meninggal yang belum capai Surga. Peringatan semua orang kudus dan martir diadakan oleh sejumlah gereja terhadap beraneka tanggal, lebih-lebih waktu musim semi.[71] Pada tahun 609 atau 610, Paus Bonifasius IV mendedikasikan Pantheon di Roma bagi St. Maria dan Semua Martir terhadap tanggal 13 Mei. Tanggal itu bertepatan dengan Lemuria, suatu festival arwah di dalam rutinitas Romawi kuno, dan juga tanggal yang mirip dengan peringatan umum para Santo/Santa yang berjalan di Edessa terhadap zaman Efrem.[72]

Pesta Semua Orang Kudus, terhadap tanggalnya sekarang di dalam Gereja Barat, bisa ditelusuri berasal dari pendirian suatu oratorium di Basilika Santo Petrus Lama oleh Paus Gregorius III (731–741) bagi relikui-relikui “dari para rasul suci dan semua orang kudus, martir, dan juga pengaku iman”.[73][74] Pada tahun 835 tanggal perayaan ini secara resmi dipindahkan ke 1 November, tanggal yang mirip dengan Samhain, atas perintah berasal dari Paus Gregorius IV.[75] Beberapa kalangan berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh pengaruh bangsa Keltik, namun yang lainnya menjelaskan bahwa ini adalah gagasan bangsa Jermanik,[75] walaupun terdapat klaim bahwa baik mereka yang berbahasa Keltik maupun Jermanik memperingati orang meninggal terhadap awal musim dingin.[76] Mereka barangkali berasumsi hal itu sebagai waktu yang paling pas untuk melakukannya, sebab merupakan waktu ‘sekarat’ di alam.[75][76] Ada terhitung dugaan bahwa pergantian selanjutnya dijalankan sebab “alasan praktis bahwa Roma waktu musim panas tidak bisa menampung sejumlah besar peziarah yang berbondong-bondong ke sana”, dan barangkali disebabkan pertimbangan kesegaran masyarakat perihal dengan Demam Romawi – suatu penyakit yang merenggut sejumlah nyawa selama musim panas yang pengap di area tersebut.[77]

Pada Malam Para Kudus, umat Kristen di lebih dari satu belahan dunia mendatangi pemakaman untuk berdoa dan menempatkan bunga dan juga lilin terhadap makam orang yang mereka cintai.[78] Foto atas menyatakan umat Kristen di Bangladesh menyalakan lilin di atas makam, waktu foto bawah menyatakan umat Kristen Lutheran berdoa dan menyalakan lilin di depan salib.

Pada akhir abad ke-12 hari-hari selanjutnya jadi hari raya mesti di semua Eropa dan mencakup beraneka rutinitas layaknya membunyikan lonceng gereja bagi jiwa-jiwa di api penyucian. Selain itu, “merupakan hal yang umum bagi para juru siar mengenakan busana serba hitam untuk berpawai di jalan-jalan, membunyikan sebuah bel dengan nada memilukan dan menyerukan kepada semua umat Kristen yang berkehendak baik untuk mengenang jiwa-jiwa yang malang tersebut.”[79] Ada pendapat yang menjelaskan bahwa souling, yakni rutinitas membawa dampak dan share kue jiwa bagi semua jiwa yang udah dibaptis,[80] merupakan asal mula trick-or-treating.[81] Kebiasaan selanjutnya berawal dari, setidaknya, abad ke-15[82] dan ditemukan di beraneka penjuru Inggris, Flandria, Jerman, dan Austria.[53] Sekelompok kaum miskin, kerap kali anak-anak, pergi berasal dari pintu ke pintu selama Masa Para Kudus untuk menyatukan kue-kue jiwa sebagai imbalan atas doa bagi yang udah meninggal dunia, lebih-lebih jiwa-jiwa para rekan dan kerabat sang pemberi kue-kue tersebut.[82][83][84] Kue jiwa terhitung dipersembahkan bagi jiwa-jiwa itu untuk dimakan, atau diberikan kepada kaum miskin yang berkeliling selanjutnya —yang dipandang mewakili mereka.[85] Sebagaimana roti salib panas di dalam rutinitas Prapaskah, kue jiwa terhadap Masa Para Kudus kerap kali ditandai dengan sebuah salib, mengindikasikan bahwa pembuatan kue-kue itu dimaksudkan sebagai derma.[86] Shakespeare menyebut souling di dalam komedinya The Two Gentlemen of Verona (1593).

Mengenai rutinitas mengenakan kostum, Prince Sorie Conteh, seorang pendeta Kristen, menuliskan: “Secara rutinitas diyakini bahwa jiwa mereka yang udah meninggal dunia mengembara di bumi hingga terhadap Hari Semua Orang Kudus, dan Malam Para Kudus merupakan kesempatan paling akhir bagi yang udah meninggal untuk lakukan pembalasan kepada musuh-musuh mereka sebelum saat beralih ke dunia berikutnya. Agar tidak dikenali para jiwa yang barangkali berusaha lakukan pembalasan itu, orang-orang mengenakan topeng atau kostum untuk menyamarkan identitas mereka”.[88] Dikatakan bahwa, terhadap Abad Pertengahan, di dalam gereja-gereja yang terlampau miskin untuk bisa memamerkan relikui para martir terhadap Masa Para Kudus mengizinkan umatnya untuk mengenakan pakaian layaknya para santo/santa.[89] Beberapa kalangan Kristen mempraktikkan rutinitas itu terhadap perayaan Halloween era kini.[90] Lesley Bannatyne, seorang penulis Amerika, yakin bahwa rutinitas itu barangkali merupakan suatu Kristenisasi berasal dari suatu rutinitas pagan sebelumnya.[91] Telah dikemukakan bahwa jack-o’-lantern, suatu lambang populer Halloween, terhadap awalnya merepresentasikan para jiwa orang yang udah meninggal.[92] Saat Halloween, di Eropa abad pertengahan, “api-api dinyalakan untuk memandu jiwa-jiwa ini di dalam perjalanan mereka dan memalingkan mereka supaya tidak menghantui kaum Kristen yang lurus hati.”[93] Rumah tangga di Austria, Inggris, dan Irlandia kerap kali mesti “menyalakan lilin di tiap tiap ruangan untuk memandu jiwa-jiwa selanjutnya mendatangi kembali kediaman duniawi mereka”. Lilin-lilin selanjutnya dikenal sebagai “cahaya jiwa”.

Banyak umat Kristen di daratan Eropa, lebih-lebih di Prancis, mempercayai bahwa “sekali setahun, waktu Hallowe’en, arwah mereka yang dimakamkan di halaman gereja bangkit untuk melangsungkan suatu karnaval yang liar dan mengerikan” yang dikenal sebagai Danse Macabre (Tarian Kematian), yang mana kerap dideskripsikan di dalam dekorasi gereja.[97] Christopher Allmand dan Rosamond McKitterick menuliskan di dalam The New Cambridge Medieval History bahwa “umat Kristen tergerak oleh penglihatan Kanak-kanak Yesus yang bermain di pangkuan ibu-Nya; hati mereka tersentuh oleh Pietà; dan para santo pelindung menegaskan umat bakal kehadiran mereka. Tetapi, waktu itu, danse macabre mendesak umat supaya tidak mengabaikan akhir berasal dari semua hal duniawi.”[98] Sebuah artikel yang diterbitkan oleh Christianity Today mengklaim bahwa danse macabre diadakan di pertunjukan pedesaan dan masque (suatu acara hiburan perihal pengadilan), di mana orang-orang “berdandan layaknya mayat-mayat berasal dari beraneka lapisan masyarakat”, dan mengajukan pendapat bahwa hal ini merupakan asal mula pesta kostum Halloween.

Di beraneka belahan Britania Raya, kebiasaan-kebiasaan ini mendapat serangan selama Reformasi Inggris sebab lebih dari satu kalangan Protestan mencerca purgatorium sebagai suatu doktrin “papisme” yang tidak cocok dengan gagasan mereka perihal predestinasi. Sehingga, bagi lebih dari satu kalangan Protestan Nonkonformis, teologi Malam Para Kudus didefinisikan kembali; dengan mengesampingkan doktrin purgatorium, “jiwa-jiwa yang udah berpulang tidak bisa berkelana ke Purgatorium di dalam perjalanan mereka ke Surga, sebagaimana yang umat Katolik kerap percayai dan tegaskan. Sebaliknya, yang disebut hantu dianggap sebagai roh-roh jahat di dalam kenyataannya. Karenanya mereka menebar ancaman.”[95] Kalangan Protestan lainnya menjaga keyakinan perihal situasi antara, yang dikenal sebagai Hades (Pangkuan Abraham),[101] dan tetap merayakan beraneka rutinitas aslinya, lebih-lebih souling, prosesi lilin, dan juga membunyikan lonceng gereja untuk mengenang mereka yang udah meninggal.[68][102] Berkenaan dengan roh jahat, waktu Halloween, “lumbung dan rumah diberkati untuk merawat semua orang dan ternak berasal dari pengaruh penyihir, yang diyakini mengiringi roh-roh ganas waktu mereka berkelana di bumi.”[93] Pada abad ke-19, di lebih dari satu bagian pedesaan Inggris, para keluarga berkumpul di bukit-bukit terhadap malam All Hallows’ Eve. Salah satu orang mengangkat seikat jerami yang dibakar dengan sebuah garpu panjang, waktu yang lain berlutut di sekelilingnya di dalam lingkaran sambil berdoa bagi jiwa-jiwa kerabat dan rekan mereka hingga api selanjutnya padam. Kebiasaan ini dikenal dengan nama teen’lay, yang berasal baik berasal dari bahasa Inggris Kuno tendan (mengobarkan) ataupun suatu kata yang berhubungan dengan bahasa Irlandia Kuno tenlach (perapian).[103] Meningkatnya popularitas Malam Guy Fawkes (5 November), sejak tahun 1605 dan seterusnya, membawa dampak banyak rutinitas Halloween goyah sebab disesuaikan dengan hari libur selanjutnya dan popularitas Halloween memudar di Britania Raya, dengan Skotlandia sebagai pengecualian yang patut dicatat.[104] Di sana dan di Irlandia, mereka udah merayakan Samhain dan Halloween setidaknya sejak Abad Pertengahan Awal; dan kirk Skotlandia (Gereja Skotlandia) lakukan pendekatan yang lebih pragmatis terhadap Halloween, dengan memandangnya perlu untuk siklus kehidupan dan ritual peralihan di masyarakat dan karena itu menegaskan kelestarian perayaan itu di negara tersebut.

Di Prancis, lebih dari satu keluarga Kristen terhadap malam All Hallows’ Eve berdoa di samping makam orang-orang yang mereka cintai, dan meletakkan pinggan-pinggan penuh susu bagi mereka.[94] Saat Halloween di Italia, lebih dari satu keluarga meninggalkan suatu hidangan makanan besar untuk hantu kerabat mereka yang meninggal dunia, sebelum saat keluarga selanjutnya berangkat menuju ibadah gereja.[105] Di Spanyol, waktu malam tersebut, dibikin kue pastri istimewa yang dikenal sebagai “tulang belulang sang suci” (Spanyol: Huesos de Santo) dan menaruhnya terhadap makam-makam di halaman gereja, suatu praktek yang tetap berlanjut hingga waktu ini.[106]

Penyebaran ke Amerika Utara

Acara tahunan Greenwich Village Halloween Parade di Kota New York merupakan parade Halloween terbesar di dunia.

Lesley Bannatyne dan Cindy Ott menuliskan bahwa koloni Anglikan di Amerika Serikat Selatan dan koloni Katolik di Maryland “menerima Malam Para Kudus di dalam kalender gereja mereka”,walaupun kaum Puritan New England menentang dengan keras hari libur tersebut, dan juga perayaan tradisional lain berasal dari gereja yang dibentuknya, terhitung Natal.Almanak berasal dari akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 tidak memberi tambahan indikasi bahwa Halloween dirayakan secara luas di Amerika Utara.Imigrasi besar-besaran bangsa Skotlandia dan Irlandia terhadap abad ke-19 menjadikan Halloween sebagai suatu hari libur besar di Amerika Utara.Walau cuma terbatas terhadap masyarakat imigran selama pertengahan abad ke-19, perayaan selanjutnya secara bertahap berasimilasi ke di dalam masyarakat arus utama, dan terhadap dekade pertama abad ke-20 dirayakan berasal dari pesisir ke pesisir oleh masyarakat berasal dari semua latar belakang agama, ras, dan sosial. “Di daerah-daerah Cajun, Misa malam hari dirayakan di pemakaman waktu malam Halloween. Lilin-lilin yang udah diberkati di letakkan di makam-makam, dan para keluarga kadang-kadang menggunakan waktu selama malam di segi makam.”