Psikologi di Balik Makanan Pasta — Kenapa Kita Selalu Kembali ke Comfort Food Ini?

Pasta bukan hanya sekadar makanan. Di balik bentuknya yang sederhana dan rasanya yang lezat, pasta menyimpan kekuatan emosional yang besar bagi banyak orang. Di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia pasta sering disebut sebagai comfort food, yaitu makanan yang mampu memberikan rasa nyaman, tenang, dan nostalgia. Tapi, apa sebenarnya yang membuat pasta begitu menenangkan? Mari kita telusuri dari sisi psikologi.

Apa Itu Comfort Food?

Comfort food adalah istilah yang digunakan untuk menyebut makanan yang memberi kenyamanan emosional, biasanya karena terhubung dengan kenangan masa kecil, momen keluarga, atau situasi yang membahagiakan di masa lalu. Comfort food bisa berbeda-beda untuk setiap orang, tapi umumnya berupa makanan tinggi karbohidrat dan lemak, seperti nasi, sup, mie, cokelat, dan tentu saja, pasta.

Pasta sering kali menjadi pilihan utama karena mudah dibuat, fleksibel dalam rasa, dan memberikan efek "mengenyangkan secara emosional" bukan hanya fisik.

Kenapa Pasta Bikin Nyaman? Ini Penjelasan Ilmiahnya

  1. Kandungan Karbohidrat Meningkatkan Hormon Bahagia
    Pasta kaya akan karbohidrat kompleks. Ketika dikonsumsi, tubuh akan meningkatkan produksi serotonin hormon yang berperan dalam mengatur suasana hati. Tak heran setelah makan sepiring pasta, perasaan kita menjadi lebih rileks dan tenang.

  2. Sifat Tekstur dan Rasa yang Lembut
    Berbeda dengan makanan yang keras atau penuh rempah, pasta cenderung memiliki tekstur lembut dan rasa yang tidak mengganggu. Ini memberikan efek menenangkan karena mudah dikunyah dan dicerna.

  3. Mudah Dikombinasikan dengan Rasa Favorit
    Saus pasta bisa disesuaikan dengan selera: dari yang creamy, gurih, pedas, hingga manis. Fleksibilitas inilah yang membuat pasta terasa sangat “personal” seakan-akan kita bisa menciptakan versi terbaik untuk diri sendiri.

  4. Kaitan Emosional dengan Momen Spesial
    Bagi banyak orang, pasta adalah makanan yang dikonsumsi saat ulang tahun, saat makan malam keluarga, atau ketika merasa butuh pelukan hangat (secara emosional). Hal ini menciptakan asosiasi antara pasta dengan momen positif dalam hidup.

Fenomena “Makan Pasta Saat Stres”

Penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang mengalami stres, mereka cenderung mencari makanan tinggi karbohidrat sebagai bentuk coping mechanism. Pasta termasuk makanan yang sering dikonsumsi dalam situasi ini karena:

  • Praktis dimasak

  • Memberikan rasa kenyang lebih lama

  • Mampu mengurangi rasa cemas secara psikologis

Tak sedikit orang yang menyebut pasta sebagai “makanan penyelamat” mereka saat putus cinta, tekanan kerja, atau ketika merantau dan rindu kampung halaman.

Pasta dan Nostalgia: Makanan yang Membawa Pulang Kenangan

Dalam psikologi makanan, nostalgia taste adalah hal nyata. Ketika seseorang mencium aroma saus tomat yang dimasak lama, atau melihat spaghetti yang terhidang hangat, otak secara otomatis menghubungkan sensasi tersebut dengan memori masa lalu. Mungkin saat pertama kali belajar masak di kost, atau saat ibu membuatkan macaroni schotel untuk bekal sekolah.

Itulah kenapa, meskipun banyak makanan baru bermunculan, pasta tetap menjadi favorit lintas generasi dan budaya. Rasanya membawa kita “pulang”, bukan secara fisik, tapi emosional.

Pasta sebagai Simbol Self-Care

Belakangan ini, tren self-care atau perawatan diri makin populer. Dan salah satu bentuknya adalah menyempatkan waktu untuk memasak makanan yang kita sukai. Banyak orang memilih pasta sebagai bagian dari ritual ini karena:

  • Tidak membutuhkan banyak bahan

  • Cepat disiapkan, tapi tetap terasa “spesial”

  • Memberikan rasa bahagia secara instan

Di TikTok dan Instagram, muncul tagar seperti #PastaforOne atau #SoloDinnerDate, di mana orang-orang membagikan pengalaman mereka menikmati sepiring pasta sambil menonton film atau membaca buku. Momen sederhana ini menjadi bentuk perayaan diri yang penting dalam dunia yang serba cepat.

Kesimpulan

Pasta bukan hanya soal makanan, tapi juga soal rasa, kenangan, dan perasaan. Ketika kita makan pasta, yang kita santap bukan cuma karbohidrat atau sausnya, tapi juga kenyamanan emosional yang menyertainya. Dari sisi psikologi, pasta berhasil menjadi comfort food global karena kombinasi rasa lezat, kesederhanaan penyajian, dan kemampuan uniknya untuk membangkitkan rasa damai di hati.

Jadi, lain kali saat kamu merasa lelah, stres, atau butuh pelukan tak terlihat, mungkin jawabannya sederhana: sepiring pasta hangat yang dimasak dengan cinta.